Minggu, 31 Juli 2011

Matematika Gaji dan Logika Sedekah

Dalam satu kesempatan tak terduga, saya bertemu pria ini. Orang-orangbiasa memanggilnya Mas Ajy. Saya tertarik dengan falsafah hidupnya, yangmenurut saya, sudah agak jarang di zaman ini, di Jakarta ini. Darisinilah perbincangan kami mengalir lancar.Kami bertemu dalam satu forum pelatihan profesi keguruan yang diprogramsebuah LSM bekerja sama dengan salah satu departemen di dalam negeri.Tapi, saya justru mendapat banyak pelajaran bernilai bukan daripelatihan itu.Melainkan dari pria ini.Saya menduga ia berasal dari kelas sosial terpandang dan mapan. Karenapenampilannya rapih, menarik dan wajah yang tampan. Namun tidak sepertiyang saya duga, Mas Ajy berasal dari keluarga yang pas-pasan. Jauh darimapan. Sungguh kontras kenyataan hidup yang dialaminya dengan sikaphidup yang dijalaninya. Sangat jelas saya lihat dan saya pahami daribeberapa kali perbincangan yang kami bangun.Satu kali kami bicara tentang penghasilan sebagai guru. Bertukarinformasi dan memperbandingkan nasib kami satu dengan yang lain, satusekolah dengan sekolah lainnya. Kami bercerita tentang dapur kamimasing-masing. Hampir tidak ada perbedaan mencolok. Kami sama-samabernasib "guru" yang katanya pahlawan tanpa tanda jasa. Yang membedakansangat mencolok antara saya dan Mas Ajy adalah sikap hidupnya yang amatberbudi. Darinya saya tahu hakikat nilai di balik materi.Penghasilannya sebulan sebagai guru kontrak tidak logis untuk membiayaiseorang isteri dan dua orang putra-putrinya. Dia juga masih memilikitanggungan seorang adik yang harus dihantarkannya hingga selesai SMA.Sering pula Mas Ajy menggenapi belanja kedua ibu bapaknya yang tak lagiberpenghasilan. Menurutnya, hitungan matematika gajinya barulah bisamencukupi untuk hidup sederhana apabila gajinya dikalikan 3 kali darijumlah yang diterimanya."Tapi, hidup kita tidak seluruhnya matematika dan angka-angka. Adadimensi non matematis dan di luar angka-angka logis.""Maksud Mas Ajy gimana, aku nggak ngerti?""Ya, kalau kita hanya tertuju pada gaji, kita akan menjadi orang pelit.Individualis. Bahkan bisa jadi tamak, loba. Karena berapapun sebenarnyanilai gaji setiap orang, dia tidak akan pernah merasa cukup. Lalu diaakan berkata, bagaimana mau sedekah, untuk kita saja kurang.""Kenyataannya memang begitu kan Mas?", kata saya mengiayakan. "Manamungkin dengan gaji sebesar itu, kita bisa hidup tenang, bisa sedekah.Bisa berbagi." Saya mencoba menegaskan pernyataan awalnya."Ya, karena kita masih menggunakan pola pikir matematis. Cobalah keluardari medium itu. Oke, sakarang jawab pertanyaan saya. Kita punya uangsepuluh ribu. Makan bakso enam ribu. Es campur tiga ribu. Yang seribukita berikan pada pengemis, berapa sisa uang kita?""Tidak ada. Habis." jawab saya spontan."Tapi saya jawab masih ada. Kita masih memiliki sisa seribu rupiah. Danseribu rupiah itu abadi. Bahkan memancing rezeki yang tidak terduga."Saya mencoba mencerna lebih dalam penjelasannya. Saya agak tercenungpada jawaban pasti yang dilontarkannya. Bagaimana mungkin masih tersisauang seribu rupiah? Dari mana sisanya?"Mas, bagaimana bisa. Uang yang terakhir seribu rupiah itu, kan sudahdiberikan pada pengemis ", saya tak sabar untuk mendapat jawabannya."Ya memang habis, karena kita masih memakai logika matematis. Tapicobalah tinggalkan pola pikir itu dan beralihlah pada logika sedekah.Uang yang seribu itu dinikmati pengemis. Jangan salah, bisa jadi puluhanlontaran doa' keberkahan untuk kita keluar dari mulut pengemis itu ataspemberian kita. Itu baru satu pengemis. Bagaimana jika kitamemberikannya lebih. Itu dicatat malaikat dan didengar Allah. Itumenjadi sedekah kita pada Allah dan menjadi penolong di akhirat.Sesungguhnya yang seribu itulah milik kita. Yang abadi. Sementara nilaibakso dan es campur itu, ujung-ujungnya masuk WC."Subhanallah. Saya hanya terpaku mendapat jawaban yang dilontarkannya.Sebegitu dalam penghayatannya atas sedekah melalui contoh kecil yanghidup di tengah-tengah kita yang sering terlupakan. Sedekah memangberat. Sedekah menurutnya hanya sanggup dilakukan oleh orang yang telahmerasa cukup, bukan orang kaya. Orang yang berlimpah harta tapi tidakmau sedekah, hakikatnya sebagai orang miskin sebab ia merasa masihkurang serta sayang untuk memberi dan berbagi.Penekanan arti keberkahan sedekah diutarakannya lebih panjang melaluipola hubungan anak dan orang tua. Dalam obrolannya, Mas Ajy sepertiingin menggarisbawahi, bahwa berapapun nilai yang kita keluarkan untukmencukupi kebutuhan orang tua, belum bisa membayar lunas jasa-jasanya.Air susunya, dekapannya, buaiannya, kecupan sayangnya dan sejagat harubiru perasaanya.Tetapi di saat bersamaan, semakin banyak nilai yang dibayar untuk itu,Allah akan menggantinya berlipat-lipat."Terus, gimana caranya Mas, agar bisa menyeimbangkan nilai metematisdengan dimensi sedekah itu?"."Pertama, ingat, sedekah tidak akan membuat orang jadi miskin, tapisebaliknya menjadikan ia kaya. Kedua, jangan terikat dengan keterbatasangaji, tapi percayalah pada keluasan rizki. Ketiga, lihatlah ke bawah,jangan lihat ke atas. Dan yang terakhir, padukanlah nilai qona'ah, ridhadan syukur". Saya semakin tertegun Dalam hati kecil, saya meraba semuagaris hidup yang telah saya habiskan.Terlalu jauh jarak saya dengan Mas Ajy. Terlalu kerdil selama inipandangan saya tentang materi. Ada keterbungkaman yang lama saya rasakandi dada.Seolah-oleh semua penjelasan yang dilontarkannya menutup rapat egoismekecongkakan saya dan membukakan perlahan-lahan kesadaran batin yangtelah lama diabaikan. Ya Allah saya mendapatkan satu untai mutiaramelalui pertemuan ini. Saya ingin segera pulang dan mencari butir-butirmutiara lain yang masih berserak dan belum sempat saya kumpulkan.***Sepulang berjamaah saya membuka kembali Al-Qur'an. Telah beberapa waktusaya acuhkan. Ada getaran seolah menarik saya untuk meraih danmembukanya.Spontan saya buka sekenanya. Saya terperanjat, sedetik saya ingat MasAjy.Allah mengingatkan saya kembali:"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkanhartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yangmenumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allahmelipat gandakan(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Terjemah QS. Al-Baqarah [2] 261)

Diambil dari Millis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar